ENTAH apa motifnya, tiba-tiba Benny (Zaky Zimah) mengajak teman-teman main boneka jelangkung. Scene pertama Kalung Jelangkung (KJ) memperlihatkan ajakan Benny yang sangat menggebu. Ujung-ujungnya, dimulailah konsep liburan aneh.
Mereka sampai di Hutan Ciwidey, menginap di losmen tua. Lalu Benny mengajak teman-temannya ke kuburan tua. Padahal, saat menginjakkan kaki di tepi hutan, Benny sudah diingatkan untuk tidak menerobos kompleks kuburan tua di tengah hutan. Benny nekat. Bermain jelangkung di salah satu nisan.
Saat menancapkan boneka jelangkung di tanah kuburan, salah satu temannya, Kiki, kesurupan. Tak sadarkan diri, lalu dibawa ke losmen. Fitri (Soraya Larasati) mendapat giliran menemani Kiki. Satu per satu kejadian janggal muncul selama Kiki tak sadar. Ketika terjaga, Kiki mengigau menyebut-nyebut nama Yanti. Yanti inilah yang menjadi kunci rangkaian teror gaib ini.
Niat Firman Bintang jelas, ingin mengulang sukses Pocong Rumah Angker (PRA) tahun lalu. Ia sukses menangguk untung setelah PRA menyedot 500 ribu penonton. Untuk mengulang sukses tidak dubutuhkan formula rumit. Cukup memasang genre, sutradara, dan kasting serumpun. Maka jadilah film dengan cita rasa serupa. Hanya, beda judul.
Nayato atau Koya Pagayo (sutradara PRA) kembali menggunakan Zaky Zimah (bintang PRA). Latar rumahnya pun sama. Pemeran Yanti adalah pemeran Lilis dalam PRA.
Bedanya, kehadiran Soraya Larasati mengisi kekosongan yang ditinggalkan Donita. Gaya bercanda Zaky Zimah dan cara si makhluk halus muncul sama persis.
Jika PRA memperlihatkan kelihaian diplomasi Zaky terhadap si Cong (maksud kami pocong, bukan bencong-red) dengan pernyataan, “Gue enggak ada urusan sama elo, Cong!”
Dalam KJ, Anda akan terbahak melihat Zaky menasihati kuntilanak. Pernyataan, “Kuntilanak kok pipisnya di toilet cowok?” sepertinya akan menjadi bahan guyonan paling membekas di sepanjang film.
Lagi pula, Mbak Kunti kecentilan. Kalau mau menampakkan diri mbok, ya pakai etika, lihat situasi-kondisi. Masak, di urinoar cowok, dengan pandangan mengarah ke samping, ke arah lawan jenis yang sedang membuka ritsleting. Nanti kalau mata Mbak Kunti bengkak karena kebanyakan mengintip bagaimana? hehehe..
Yang patut disadari, risiko terbesar menggabungkan horor dengan komedi adalah menihilkan tingkat kesakralan ritual penampakan. Delapan tahun silam, scene penampakan menjadi hal yang harus diantisipasi. Harus. Tapi, di tangan Nayato, eh, Mas Koya Pagayo, penampakan hanyalah repetisi. Tak perlu menutup mata. Apalagi berteriak. Enggak usah lebay.
0 komentar:
Posting Komentar