Yang menjadikan penemuan-penemuan ini sangat penting adalah bahwa kesemuanya itu merujuk pada banyak pengertian yang belum dikenal pada saat-saat Al-Quran diwahyukan kepada manusia dan yang -baru empat belas abad kemudian- terbukti sepenuhnya selaras dengan sains modern. Dalam konteks ini sama sekali tak perlu mencari-cari penjelasan-penjelasan palsu yang cenderung muncul di beberapa publikasi dan bahkan di dalam sejarah-sejarah ilmu kedokteran yang di dalamnya Muhammad dianggap sebagai memiliki kemampuan-kemampuan kedokteran (sebagaimana juga Al-Quran disebut-sebut sebagai mengandung resep-resep kedokteran, suatu gagasan yang sepenuhnya tidak tepat).
Asal-Usul Kehidupan
Al-Quran memberikan jawaban yang amat jelas pada pertanyaan: Pada titik manakah kehidupan bermula? Dalam bagian ini, saya akan mengajukan ayat-ayat Al-Quran yang di dalamnya dinyatakan bahwa Asal Manusia adalah (bersifat) air. Ayat pertama di bawah ini juga menunjuk kepada pembentukan alam semesta.
"Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa lelangit dan bumi disatukan, kemudian mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tak beriman?" (QS 21:30)
Pengertian 'menghasilkan sesuatu dari sesuatu yang lain' sama sekali tidak menimbulkan keraguan. Ungkapan tersebut bisa juga berarti bahwa setiap sesuatu yang hidup dibuat dari air (sebagai komponen pentingnya) atau bahwa semua benda hidup berasal dari air. Kedua makna itu sepenuhnya sesuai dengan data saintifik. Pada kenyataannya, kehidupan berasal dari yang bersifat air dan air adalah komponen yang paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain diperbincangkan, maka pertanyaan yang pertama selalu: Adakah cukup air untuk mendukung kehidupan di tempat tersebut?
Data modern membawa kita untuk berpikir bahwa wujud hidup yang paling tua barangkali termasuk dalam dunia tumbuh-tumbuhan: ganggang telah ditemukan sejak periode pra-Cambria yaitu saat dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan barangkali muncul sedikit lebih kemudian: mereka muncul dari laut.
Kata yang di sini diterjemahkan sebagai 'air' pada kenyataannya adalah ma' yang berarti baik air di langit maupun air di lautan atau segala jenis cairan. Dalam arti yang pertama air merupakan unsur yang penting bagi seluruh kehidupan tumbuh-tumbuhan:
"(Tuhan sajalah) yang telah menurunkan air dari langit. Maka Kami tumbuhkan (dari air itu) berpasang-pasang tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda." (QS 20:53)
Inilah perujukan pertama kepada suatu 'pasangan' tumbuh-tumbuhan. Nanti kita akan kembali kepada pengertian ini.
Dalam arti keduanya yang merujuk pada segala jenis cairan, kata tersebut dipergunakan dalam bentuk tak-tentunya untuk menunjukkan zat yang berada pada dasar pembentukan seluruh kehidupan hewan:
"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air." (QS 24:45)
Sebagaimana akan kita lihat nanti, kata tersebut juga bisa diterapkan pada cairan mani.
Jadi, pernyataan-pernyataan dalam Al-Quran tentang asal-usul kehidupan, apakah itu merujuk kepada kehidupan secara umum, unsur yang melahirkan tumbuh-tumbuhan di dalam tanah ataupun benih hewan-hewan, seluruhnya sepenuhnya sesuai dengan data saintifik modern. Tak satu pun mitos tentang asal-usul kehidupan yang lazim dianggap benar oleh orang pada saat Al-Quran diwahyukan kepada manusia disebutkan dalam teks tersebut.
Keberlangsungan Kehidupan
Al-Quran merujuk pada banyak aspek kehidupan di dalam dunia hewan dan tetumbuhan. Saya telah menguraikan kesemuanya itu dalam karya saya sebelum ini yang diterbitkan pada tahun 1976 (edisi bahasa Inggris, 1978). Dalam studi ini saya ingin memusatkan perhatian pada ruang yang diberikan dalam Al-Quran kepada tema keberlangsungan kehidupan.
Berbicara secara umum, komentar-komentar yang diberikan atas pembiakan (reproduksi) dalam dunia tumbuh-tumbuhan bersifat lebih panjang daripada yang merujuk kepada pembiakan dalam dunia hewan. Meskipun demikian, ada banyak pernyataan yang menggarap tema reproduksi manusia, sebagaimana akan kita lihat di bawah ini.
Sudah merupakan suatu pengetahuan yang diakui bahwa ada dua metode reproduksi di dalam dunia tumbuh-tumbuhan: yaitu yang bersifat seksual dan aseksual (contohnya, pelipatgandaan spora-spora atau proses menyetek yang merupakan kasus-khusus pertumbuhan). Perlu kita perhatikan, bahwa Al-Quran merujuk kepada bagian-bagian jantan dan betina tetumbuhan tersebut:
"(Tuhan sajalah) yang telah menurunkan air dari langit. Maka Kami tumbuhkan (dari air itu) berpasang-pasang tumbuh-tumbuhan yang saling terpisah." (QS 20:53)
"Satu dari sepasang" merupakan penerjemahan dari kata zauj (jamaknya azwaj) yang arti aslinya adalah "yang bersama-sama dengan yang lainnya membentuk satu pasangan." Kata tersebut bisa juga langsung diterapkan pada pasangan kimpoi (artinya, manusia), sebagaimana juga pasangan sepatu.
"Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang- pasangan." (QS 13:3)
Pernyataan ini berarti kemaujudan organ-organ jantan dan betina dalam seluruh beragam spesies buah-buahan. Hal ini sepenuhnya sesuai dengan data yang ditemukan pada kurun waktu yang jauh lebih kemudian berkenaan dengan pembentukan buah, karena seluruh tipe berasal dari tetumbuhan yang memiliki organ-organ seksual (sekalipun beberapa varietas, seperti pisang, berasal dari bunga-bungaan yang tidak dibuahi).
Pada umumnya, reproduksi seksual di dunia hewan hanya digarap secara ringkas dalam Al-Quran. Pengecualian dalam hal ini adalah berkenaan dengan manusia. Karena, seperti yang akan kita lihat kemudian dalam bab berikut ini, pernyataan-pernyataan mengenai topik ini berjumlah banyak dan sangat terinci.
-------------
Catatan kaki:
1 Seluruh kandungan Al-Quran merupakan ketentuan-ketentuan tertentu mengenai kebiasaan-kebiasaan yang sehat seperti: kebersihan diri, larangan minum alkohol; suatu ketentuan seperti berpuasa di bulan Ramadhan juga merupakan bagian yang jelas dari aturan-aturan ini. Penyebutan madu di dalam Al-Quran tidak mencakup indikasi apa pun mengenai kasus-kasus khusus yang di situ madu ternyata bermanfaat bagi kesehatan manusia.
2 Pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut transliterasi bahasa Arab ke Latin, hendaknya melihat bagan dalam Bibel, Quran, dan Sains Modern (Edisi Prancis).
3 Perubahan dalam struktur gramatikal suatu ungkapan ini bersifat umum atau lazim dalam Al-Quran. Tuhan adalah yang mula pertama dirujuk secara tak langsung, kemudian teks tersebut mengaitkan Firman-Firman Langsung-Nya, sebab 'Kami' dengan jelas berarti Tuhan.
4 Disimpan oleh kelenjar reproduksi, cairan mani mengandung spermatozoa.
Asal-usul Manusia Dan Transformasi-transformasi Bentuk
Beberapa ayat di dalam Al-Quran berikut ini tidak mengandung sesuatu pun kecuali makna spiritual mendalam. Yang lainnya, dalam pandangan saya, merujuk kepada transformasi-transformasi yang tampaknya menunjukkan perubahan-perubahan di dalam morfologi manusia. Yang terkemudian ini menguraikan fenomena yang sepenuhnya bersifat material, yang terjadi di dalam berbagai fase tapi selalu dalam susunan yang tepat. Campur tangan kehendak Tuhan, yang mengatasi segalanya, disebutkan beberapa kali dalam ayat-ayat ini. Hal tersebut tampak dimaksudkan untuk mengarahkan transformasi-transformasi yang terjadi selama suatu proses yang hanya bisa diuraikan sebagai suatu 'evolusi.' Di sini, kata tersebut dipergunakan dengan maksud untuk menunjukkan satu rangkaian modifikasi-modifikasi yang tujuannya adalah untuk sampai kepada satu bentuk definitif (tetap). Tambahan pula, penekanan diberikan kepada gagasan bahwa ke-Mahakuasaan Tuhan tampil pada kenyataan bahwa Ia memusnahkan populasi manusia untuk memberi jalan bagi populasi baru lainnya: hal ini tampak bagi saya sebagai tema-tema utama yang muncul dari himpunan ayat Al-Quran yang
disatukan di dalam bab ini.
disatukan di dalam bab ini.
Tak syak lagi, para pengulas terdahulu tidak mampu melihat adanya gagasan bahwa bentuk manusia bisa jadi telah mengalami transformasi. Meskipun demikian, mereka berkehendak untuk mengakui bahwa perubahan-perubahan mungkin saja benar-benar telah terjadi dan mereka mengakui kemaujudan tahapan-tahapan di sepanjang perkembangan embrionik -suatu gejala yang biasa teramati pada seluruh kurun waktu dalam sejarah. Meskipun demikian, hanya pada masa kita inilah, sains modern mengizinkan kita untuk sepenuhnya memahami arti ayat-ayat Al-Quran yang menunjuk kepada tahapan-tahapan berturutan dari perkembangan embrionik di dalam rahim.
Pada saat ini kita memang bisa bertanya-tanya apakah perujukan-perujukan di dalam Al-Quran kepada tahap-tahap yang berurutan dari perkembangan manusia, paling tidak pada beberapa ayat, tidak melampaui sekadar pertumbuhan embrionik sedemikian sehingga mencakup transformasi-transformasi morfologi manusia yang terjadi selama berabad-abad. Kemaujudan perubahan-perubahan seperti itu telah secara resmi dibuktikan oleh paleontologi dan buktinya sangat banyak sehingga tak perlu lagi untuk mempertanyakannya.
Para penafsir Al-Quran terdahulu barangkali tak punya firasat bakal adanya penemuan-penemuan pada berabad-abad kemudian. Mereka hanya bisa memandang ayat-ayat khusus ini dalam konteks perkembangan embrio, tak ada alternatif lain pada masa itu.
Kemudian tibalah bom Darwin yang -melalui pemuntiran terang-terangan teori Darwin oleh para pengikut awalnya- mengekstrapolasikan pengertian tentang suatu evolusi yang bisa diterapkan atas manusia, meskipun tingkat evolusinya belum lagi dibuktikan di dalam dunia hewan. Dalam hal Darwin, teori tersebut didorong sampai ke tingkat ekstrem sedemikian sehingga para peneliti mengklaim sebagai telah memiliki bukti bahwa manusia berasal dari kera -suatu gagasan yang, bahkan pada masa sekarang, tak seorang ahli paleontologi terhormat sekalipun mampu membuktikannya. Meski demikian jelas terdapat satu jurang yang sangat senjang di antara konsep tentang manusia yang berasal dari kera (suatu teori yang sepenuhnya tak bisa dipertahankan) dengan gagasan transformasi-transformasi bentuk manusia di sepanjang waktu (yang telah sepenuhnya dibuktikan). Kerancuan antara keduanya telah mencapai puncaknya ketika mereka digabungkan menjadi satu -dengan hujjah-hujjah yang sangat dicari-cari- di bawah panji kata EVOLUSI. Kerancuan yang tidak menguntungkan ini telah menyebabkan beberapa orang secara salah mengkhayalkan bahwa karena kata tersebut dipergunakan untuk menunjuk manusia, maka ia mesti berarti bahwa, menurut kenyataan itu sendiri, Asal Manusia bisa dilacak hingga kera.
Adalah amat penting untuk memahami dengan gamblang perbedaan di antara keduanya; kalau tidak, ada risiko timbulnya kesalahpahaman tentang makna yang dikaitkan kepada beberapa ayat Al-Quran tertentu yang akan saya kutip. Di dalam ayat-ayat ini tak ada satu isyarat yang paling samar-samar pun berkenaan dengan bukti untuk mendukung teori materialistis tentang asal-usul manusia yang amat mengguncangkan kaum Muslim, Yahudi dan Nasrani tersebut.
Makna Spiritual Mendalam Penciptaan Manusia dari Tanah
------------------------------------------------------------
Sebagaimana ditunjukkan oleh kedua ayat berikut ini, manusia ditampilkan di dalam Al-Quran sebagai suatu wujud yang amat erat berkaitan dengan tanah (perujukan pertama):
"Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah, dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi, sebagai suatu keluaran baru." (QS 71 :17-18)
Ayat berikut ini menyebutkan tentang tanah (perujukan nomor 2):
"Dari (tanah) itulah Kami,[5] membentuk kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS 20:55)
Aspek spiritual asal manusia dari tanah ini ditekankan oleh kenyataan bahwa kita mesti kembali ke tanah setelah kematian dan juga oleh gagasan bahwa Tuhan akan mengeluarkan kita lagi pada Hari Pengadilan, suatu makna spiritual yang, sebagaimana telah kita lihat, juga ditegaskan oleh Bibel.
Sehubungan dengan penerjemahan di atas, berkenaan dengan perujukan nomor 2, saya ingin menunjukkan kepada baik para pembaca berbahasa Arab maupun yang menguasai bahasa Arab di Barat, kata bahasa Arab khalaqa biasa diterjemahkan dengan kata kerja 'menciptakan'. Tetapi, penting untuk diketahui, bahwa sebagaimana ditunjukkan oleh kamus yang amat baik yang disusun oleh Kasimirski, arti asli kata tersebut adalah 'memberikan suatu proporsi kepada sesuatu atau membuatnya memiliki proporsi atau jumlah tertentu.' Bagi Tuhan (saja), penerjemahan tersebut telah dimudahkan dengan penggunaan kata 'menciptakan,' yakni mewujudkan sesuatu yang sebelumnya tidak maujud. Dengan berbuat demikian, orang-orang yang secara eksklusif menggunakan istilah 'menciptakan' sebagai merujuk kepada tindakan itu, telah gagal menerjemahkan gagasan tentang 'proporsi' yang menyertainya. Penerjemahan yang lebih tepat, barangkali, adalah dengan menggunakan kata 'membentuk' atau 'membentuk dalam proporsi tertentu.' Hal ini akan membawa kita lebih dekat kepada makna asli kata bahasa Arabnya. Inilah sebabnya, kenapa saya telah memilih menggunakan kata 'membentuk' di dalam sebagian besar terjemahan-terjemahan saya, dengan makna yang disiratkan
oleh kata bahasa Arab primitifnya.
Komponen-Komponen Bumi (Tanah) Dan Pembentukan Manusia
------------------------------------------------------------
Makna spiritual utama asal-usul manusia dari tanah tidak menyingkirkan pengertian, yang ada di dalam Al-Quran, tentang apa yang pada masa kini disebut sebagai 'komponen-komponen' kimiawi tubuh manusia yang bisa ditemukan di tanah[6] agar bisa membawakan pengertian ini yang pada masa kini diakui sebagai tepat secara saintifik kepada orang-orang yang hidup ketika Al-Quran diwahyukan, maka terminologi yang sesuai dengan tingkat pengetahuan pada masa itu harus digunakan. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gagasan ini muncul dengan sangat jelas dari berbagai ayat yang didalamnya elemen-elemen pembentuk tersebut ditunjukkan dengan berbagai nama (perujukan nomor 3):
"Dia telah menyebabkan kamu tumbuh dari bumi (tanat)." (QS 11.61)
Gagasan tentang tanah (ardh di dalam bahasa Arab) diulangi pada surah 53 ayat 32.
Tuhan berbicara kepada manusia (perujukan nomor 4):
"Maka sesungguhnya Kami telah membentukmu dari tanah gemuk (soil)." (QS 22 :5)
Asal manusia dari tanah gemuk (thurab di dalam bahasa Arab) diulangi dalam surah 18 ayat 37, surah 30 ayat 20, surah 35 ayat 11 dan surah 40 ayat 67. Selanjutnya (perujukan nomor 5):
"Dialah yang membentuk kamu dari lempung." (QS 6 :2)
Lempung (thin dalam bahasa Arab) dipergunakan dalam beberapa ayat untuk mendefinisikan komponen komponen pembentuk manusia.
Selanjutnya (perujukan nomor 6):
"(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari lempung." (QS 32:7)
Penting untuk dicatat dalam hal ini bahwa Al-Quran menunjuk kepada 'awal' suatu penciptaan dari lempung. Hal ini jelas bermakna bahwa tahap yang lain akan segera mengikuti.
Meskipun tampak tidak memberikan data baru bagi studi masa kini, kutipan berikut ini diberikan demi kelengkapan. Ayat ini merujuk kepada manusia (perujukan nomor 7):
"Sesungguhnya Kami telah membentuk mereka dari lempung yang pekat." (QS 37:11)
Selanjutnya (perujukan nomor 8):
"Dia membentuk manusia dari lempung, seperti tembikar." (QS 55:14)
Citra di atas menunjukkan bahwa manusia 'dimodelkan', sebagaimana ditunjukkan dalam ayat berikut ini. Kita juga bisa menemukan gagasan tentang 'pencetakan' manusia, yang merupakan subyek sub-bagian berikut (perujukan nomor 9):
"Dan sesungguhnya Kami telah membentuk manusia dari lempung, dari lumpur yang dicetak." (QS 15:26)
Gagasan yang sama diulangi (perujukan nomor 10):
"Dan sesungguhnya Kami telah membentuk manusia dari suatu saripati lempung." (QS 23 :12)
Saya menggunakan kata 'saripati' untuk menerjemahkan istilah bahasa Arab sulalat yang berarti 'sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain' sebagaimana akan kita lihat nanti. Kata tersebut muncul di bagian lain Al-Quran, yang di dalamnya dinyatakan bahwa Asal Manusia adalah sesuatu yang disarikan dari cairan mani; (pada masa kini diketahui bahwa komponen aktif cairan mani adalah organisme sel tunggal yang disebut 'spermatozoon' ).
Saya membayangkan bahwa 'saripati lempung' pasti merujuk pada berbagai komponen kimiawi yang menyusun lempung yang disarikan dari air yang dalam hal bobotnya merupakan unsur utama.
Air yang di dalam Al-Quran dianggap sebagai asal-usul seluruh kehidupan, disebutkan sebagai unsur penting dalam ayat berikut (perujukan nomor 11):
"Dan Dia (pula) yang membentuk manusia dan air, maka Dia jadikan pertalian keturunan (oleh laki-laki) dan
kekeluargaan oleh wanita." (QS 25:54)
Sebagaimana di tempat lain dalam Al-Quran, 'manusia' yang dirujuk di sini adalah Adam.
Beberapa ayat menyinggung penciptaan wanita (perujukan nomor 12):
"Tuhanmu sajalah) yang telah membentuk kamu dari setunggal diri dan darinya menciptakan istrinya." (QS 4:1)
Ayat ini diulangi pada surah 7 ayat 189 dan surah 39 ayat 6. Topik yang sama dirujuk dalam peristilahan yang kurang lebih sama dalam surah 30 ayat 21 dan surah 42 ayat 11.
Tak akan timbul keraguan bahwa di dalam kedua belas perujukan di atas banyak ruang diberikan kepada perenungan simbolis tentang Asal Manusia, termasuk suatu isyarat yang jelas tentang apa yang akan terjadi atasnya setelah kematiannya, dan mengandung penunjukan-penunjukan kepada fakta bahwa manusia akan kembali ke bumi demi dimunculkan kembali pada Hari Pengadilan. Meskipun demikian, di sana juga tampak adanya perujukan kepada komposisi kimiawi tubuh manusia.
-------------
Catatan kaki:
5 Kami menunjukkan Tuhan. 6 Yang dimaksud komponen, atau 'unsur' (istilah-istilah yang digunakan untuk lebih mempermudah membaca teks), ialah materi yang dapat diekstraksi dari bumi dan yang tidak merusak bentuk, yakni berbagai komponen atom yang membentuk molekul; seluruh unsur yang membentuk bagian tubuh manusia ada dalam jumlah yang lebih sedikit atau lebih banyak di bumi.
Transformasi-Transformasi Manusia Sepanjang Berabad-Abad
Bertentangan dengan di atas, komentar yang diberikan terhadap beberapa ayat Al-Quran, yang akan saya kutip di bawah ini, terutama mengandung pengertian-pengertian material. Kita di sini berada di dalam lingkungan transformasi-transformasi morfologis tulen yang terjadi dalam cara yang selaras dan seimbang berkat adanya suatu organisasi yang amat terencana, mengingat fenomena-fenomena tersebut terjadi dalam tahap-tahap yang berturutan. Dengan demikian, kehendak Tuhan yang terus-menerus memimpin nasib masyarakat manusia, ditampakkan dalam keseluruhan kekuatan dan keagungan-Nya melalui peristiwa-peristiwa ini.
Al-Quran, pertama kali, berbicara tentang suatu 'penciptaan', tetapi ia meneruskan dengan menguraikan suatu
tahap kedua, yang di dalamnya Tuhan memberikan bentuk kepada manusia. Tak syak lagi, penciptaan dan organisasi morfologis manusia dilihat sebagai peristiwa-peristiwa yang berturutan.
Tuhan berbicara kepada manusia (perujukan nomor 13):
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami
memberimu bentuk, kemudian Kami katakan kepada para
Malaikat: 'Bersujudlah kamu kepada Adam'." (QS 7:11)
Karenanya, adalah mungkin untuk membedakan tiga peristiwa berturutan yang dua di antaranya penting bagi studi kita: Tuhan menciptakan manusia dan kemudian memberinya suatu bentuk (Shawwara dalam bahasa Arab).
Di bagian-bagian lain dinyatakan bahwa bentuk manusia akan bersifat selaras (perujukan nomor 14):
"Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat: Aku hendak membentuk seorang manusia dari lempung, dari lumpur yang diacu; bila Aku telah membentuknya secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya." (QS 16 :28-29)
Ungkapan 'membentuk dengan selaras' (sawwai) diulangi dalam surah 38 ayat 72.
Ayat lain menguraikan bagaimana bentuk selaras manusia didapat melalui adanya keseimbangan dan kompleksitas struktur. Kata kerja rakkaba dalam bahasa Arab berarti 'membuat sesuatu dari komponen-komponen' (perujukan nomor 16):
"(Tuhanlah) yang telah menciptakan kamu lalu membentukmu secara selaras dan dalam proporsi yang tepat, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membuatmu dari komponen-komponen." (QS 82 :73)
Manusia diciptakan dalam bentuk apa pun yang Tuhan kehendaki. Ini adalah suatu hal yang amat penting.
Tuhan berbicara kepada manusia (perujukan nomor 16):
"Sesungguhnya Kami telah membentuk manusia menurut rencana organisasional yang sebaik-baiknya." (QS 95 :4)
Kata bahasa Arab taqwim berarti 'mengorganisasikan sesuatu dengan cara terencana' yang, oleh karena itu, berarti suatu susunan kemajuan yang telah lebih dahulu didefinisikan secara cermat. Kebetulan sekali para spesialis evolusi, ketika menguraikan transformasi-transformasi yang terjadi sepanjang waktu, menggunakan ungkapan itu pula: perencanaan organisasional itu sudah benar-benar terbukti dari studi-studi saintifik mengenai masalah ini.
Konteks surah 95, yang darinya ayat di atas diambil, adalah penciptaan manusia secara umum dengan merujuk kepada kenyataan bahwa begitu manusia telah diberi bentuk yang sedemikian terorganisasikan oleh kehendak Tuhan, ia terbenam ke dalam kondisi yang amat buruk (yang berarti jompo dalam usia tua). Surah tersebut sama sekali tidak menyebut-nyebut perkembangan embrionik melainkan hanya menguraikan penciptaan makhluk manusia secara umum. Dalam kerangka struktur, perencanaan organisasional tersebut jelas merujuk kepada spesies manusia sebagai suatu keseluruhan.
Penafsiran yang telah saya berikan atas ayat ini mencerminkan pentingnya konteks sebagai sarana untuk
menyampaikan apa yang dirujuk oleh suatu kata tertentu (perujukan nomor 17):
"Dia sesungguhnya telah membentukmu dalam tahap-tahap (tingkat-tingkat)." (QS 71:14)
Kata bahasa Arab yang diterjemahkan di sini sebagai 'tahap-tahap' atau 'tingkat-tingkat', adalah athwar (kata
tunggalnya thaur). Inilah satu-satunya ayat di dalam Al-Quran yang di dalamnya kata tersebut muncul dalam bentuk majemuknya. Tidak mungkinlah untuk mencari-cari di tempat lain di dalam teks tersebut kepastian mengenai apakah 'tahap-tahap' atau 'tingkat-tingkat' itu -yang jelas merujuk kepada manusia- berkenaan dengan perkembangan manusia di dalam rahim (yakni, seperti yang diduga oleh para pengulas terdahulu dan yang juga merupakan anggapan saya sendiri di dalam buku saya terdahulu), ataukah kesemuanya itu menunjuk kepada transformasi-transformasi yang dialami oleh spesies manusia di sepanjang waktu. Ini adalah satu masalah yang patut direnungkan.
Untuk memperoleh jawabannya, sudah pasti pertama sekali kita mesti membahas tema tersebut sebagaimana diuraikan di dalam Al-Quran. Demikianlah kita melihat bahwa surah 7l, yang darinya ayat di atas kita ambil, terutama berhubungan dengan tanda-tanda ke-Mahakuasaan dan Kekuasaan Tuhan sebagai Pencipta secara umum. Bagian di dalam Al-Quran yang mencakup ayat 14 (satu bagian yang merujuk pada khutbah Nuh kepada kaumnya) secara esensial tertanam di dalam rahmat Tuhan, kerahiman-Nya di dalam memberi manusia karunia-karunia-Nya dan ke-Mahakuasaan-Nya di dalam menciptakan manusia, langit, matahari, bulan, dan bumi. Berkenaan dengan masalah penciptaan, Al-Quran menyebut aspek spiritual penciptaan
manusia dari tanah (perujukan nomor 1 di dalam ayat-ayat yang dikutip di atas).
Sama sekali tak ada penunjukan, di dalam surah 71, kepada perkembangan bayi yang belum lahir, suatu persoalan yang oleh para pengulas terdahulu diduga sebagai ditunjukkan oleh kata 'tahap-tahap.' Meskipun kata tersebut tidak dipergunakan di tempat lain dalam teks tersebut, namun Al-Quran tak syak lagi menunjuk secara terinci pada banyak surat lain berkenaan dengan 'tahap-tahap' perkembangan embrionik ini (lihat bab selanjutnya). Meskipun demikian, tak ada perujukan di dalam surah ini. Meskipun demikian, kita tidak bisa menyingkirkan kemungkinan bahwa bagian dari Al-Quran yang kita perbincangkan di sini boleh jadi benar-benar menambahkan perkembangan ber-'tahap' embrio di dalam rahim kepada topik-topik lain yang disebutkan di atas: tak ada satu isyarat pun yang menunjukkan bahwa hal tersebut boleh diabaikan.
Kenyataannya, perkembangan individu dan spesies-spesies yang memilikinya, berkesesuaian dengan faktor-faktor penentu itu juga sepanjang waktu; faktor-faktor tersebut merupakan gen-gen yang memainkan peran yang amat menentukan di dalam pengelompokan warisan keayahan atau keibuan di dalam tingkatan mula reproduksi. Apakah kita memilih menghubungkan fase-fase ini dengan perkembangan individual atau spesies-spesies itu, konsep yang diungkapkan tetap sepenuhnya selaras dengan data saintifik modern mengenai masalah ini.
Kemudian ayat-ayat yang mendahului perujukan nomor 17 secara memadai menyatakan dengan jelas bahwa bentuk manusia mengalami transformasi-transformasi sedemikian sehingga sekalipun jika kita menghilangkan perujukan nomor 17 makna umumnya tidak akan terpengaruh.
Dua ayat berikut ini menunjuk pada penggantian suatu masyarakat manusia oleh masyarakat manusia lainnya
(perujukan nomor 18)
"Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan mereka, dan apabila Kami kehendaki, maka Kami mengganti mereka sepenuhnya dengan orang-orang yang serupa dengan mereka." (QS 76:28)
Amatlah mungkin bahwa 'penguatan' yang disebutkan di dalam ayat di atas menunjuk kepada susunan fisik manusia. (perujukan nomor 19):
"Jika (Dia) menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan menggantimu dengan yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain." (QS 6:133)
Kedua ayat di atas menekankan kesirnaan masyarakat-masyarakat manusia tertentu dan penggantiannya oleh masyarakat-masyarakat lainnya, sesuai dengan kehendak Tuhan, sepanjang waktu tertentu.
Para pengulas terdahulu, terlebih-lebih, memandang ayat-ayat ini sebagai hukuman yang ditimpakan oleh Tuhan atas masyarakat-masyarakat yang penuh dosa. Secara umum, aspek religiuslah yang terutama ditekankan. Meskipun demikian, di sana pun ada fakta material dan hal ini jelas diungkapkan dalam bentuk sirnanya berbagai masyarakat (yang ukurannya tidak disebutkan) dan penggantian pada kurun waktu tertentu
dari suatu masyarakat-masyarakat tertentu oleh keturunan-keturunan bangsa-bangsa launnya.
Oleh karena itu, kesimpulannya ialah bahwa kelompok-kelompok manusia yang telah maujud sepanjang waktu kiranya mempunyai morfologi yang beragam, tetapi modifikasi-modifikasi ini telah berlangsung sesuai dengan rencana organisasional yang ditetapkan oleh Tuhan; masyarakat musnah dan digantikan oleh kelompok-kelompok lainnya: inilah yang dengan berbagai ungkapan harus disampaikan oleh Al-Quran kepada kita. Adalah sia-sia untuk mencari kesenjangan-kesenjangan di antara Al-Quran dan data palentologi atau dengan informasi yang memungkinkan kita untuk membayangkan adanya suatu evolusi kreatif, karena tidak ada hal demikian.
Salam Playwebstar
0 komentar:
Posting Komentar